Teori Ekonomi Akuntansi dalam Agama Hindu

Teori Ekonomi Akuntansi dalam Agama Hindu (weda Arthasastra)

Teori Ekonomi Akuntansi dalam Agama Hindu

Sumber khusus mekanisme akuntansi dalam kitab suci Veda ialah pada kitab Arthasastra. Kitab yang ditandai telah ada minimal tahun 300 SM sudah merinci akuntansi secara panjang lehar bahkan juga sudah mengaplikasikan mekanisme tata buku berpasangan untuk menulis aktivitas keuangan pemerintah. Kitab yang mengulas permasalahan akuntansi secara komprehensip ini dicatat oleh Kautilya. Saat itu, kehadiran mekanisme akuntansi kekinian sekarang ini ditandai baru ada semenjak 1400 Masehi yang dimulai oleh beberapa pedangan besar Venesia. Buku Arthasastra berisi beberapa hal dasar mengenai politik dalam negeri/luar negeri, ekonomi, akuntansi, hukum, pertahanan negara, budaya, dll.nya

Pengetahuan akuntansi intinya merinci tata langkah pendataan yang perlu dilaksanakan pada aktiva, keharusan/utang dan modal. Pada jaman warga beberapa paling besar masih buta huruf, karena itu langkah pendataan yang dilaksanakan dengan menggoreskan kapur atau alat yang lain untuk landasan ingat satu peristiwa/kejadian atau satu jumlah yang berharga uang.

Pemahaman Akuntansi

Mekanisme akuntansi yang dipakai oleh warga Indonesia sekarang ini kerap disebutkan dengan mekanisme akuntansi konservatif. Disebutkan mekanisme akuntansi konvesional, sebab mekanisme itu dibuat berdasar pakta/kesepakatan-kesepakan beberapa akhli akuntansi di semua dunia, hingga mekanisme itu bisa berlaku secara global.

Pemahaman akuntansi yang berjalan sekarang ini ialah "satu seni pendataan, pengelompokan dan pengihtisaran transaksi bisnis dan peristiwa yang berharga uang menurut langkah tertentu dan menerjemahkan hasilnya ". Mekanisme akuntansi bisa memberikan rumusan "sekumpulan komponen untansi tersebut sebagai elemen), yang kuat terkait satu dengan yang lain, yang berperan secara bersama untuk capai arah tertentu ". Satu mekanisme dibikin dengan arah tangani suatu hal yang secara teratur terjadi. Aktivitas akuntansi terjadi secara teratur dalam sebuah instansi usaha dan non usaha.

Standard Akuntansi Keuangan

Sekarang ini Akuntansi dipisah ke 2 (dua) kelompok, yakni akuntansi keuangan dan akuntansi managerial. Akuntansi keuangan direncanakan agar bisa menyediakan neraca keuangan, intinya untuk fihak external perusahaan/instansi. Sehubungan fihak yang akan memakai neraca keuangan itu banyak, dan untuk bermacam kebutuhan, karena itu dalam membuat neraca keuangan itu perlu ditata dengan satu dasar-patokan yang baku dan mengikat, supaya neraca keuangan yang dibikin oleh manajemen tidak banyak macam. Akuntansi managerial, ialah akuntansi yang hanya berbakti untuk kebutuhan manajemen, hingga tak perlu ada dasar-patokan yang mengikat dalam menyediakan dan menerbitkannya.

Akuntansi Keuangan ditata dengan satu dasar yang disebutkan dengan standard. Standard Akuntansi Keuangan bisa digolongkan jadi 3 yakni :

  1. standard akuntansi keuangan untuk aktivitas yang cari keuntungan,
  2. aktivitas yang tidak cari keuntungan yakni aktivitas sosial yang dilaksanakan oleh yayasan, perkumpulan, dan lain-lain
  3. aktivitas yang dilaksanakan oleh pemerintahan.

Untuk aktivitas yang cari keuntungan dan aktivitas social Standard Akuntansinya termuat dalam buku Standard Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAl), sedang untuk standard akuntansi bidang pemerintahan ditata dalam Ketentuan Pemerintahan No. 24 tahun 2005, mengenai Standard Akuntansi Pemerintah, dan dipastikan berlaku efisien semenjak tahun 2005.

Semua standard akuntansi keuangan yang disebut sebelumnya mengaplikasikan azas akural.

Buku Arthasastra yang dicatat lebih kurang 300 tahun saat sebelum masehi berisi beberapa hal berkenaan akuntansi, didalamnya terhitung mekanisme akuntansi keuangan dan mekanisme akuntansi managerial, dan sudah mengaplikasikan azas akrual seperti diaplikasikan oleh mekanisme akuntansi konvesional sekarang ini.

Menurut Arthasastra, akuntansi keuangan pemerintah pada jaman itu sudah mengaplikasikan azas akrual, satu cara yang paling maju. Sebagai pembeda, negara adidaya Amerika mengaplikasikan azas akrual untuk akuntansi keuangan pemerintahnya mendekati tahun 70-an dan Indonesia mengaplikasikannya tahun 2005.

Laporan Pertanggung Jawaban Manajemen

Diakui, satu mekanisme pendataan yang bagus dari satu organisasi akan hasilkan pertanggung jawaban yang bagus juga. Satu pertanggung jawaban yang bagus maknanya pertanggung jawaban yang dibikin oleh pimpinan organisasi memvisualisasikan kondisi yang sesungguhnya dari aktivitas organisasi itu. Pengerjaan laporan petanggung jawaban organisasi ialah jadi tanggung jawab pimpinan organisasi. Seperti Standard Akuntansi Keuangan, laporan pertanggung jawaban manajemen itu bisa dibikin secara periodik, yakni secara bulanan, tiga bulanan atau tahunan. Laporan yang harus dibikin oleh manajemen ialah di akhir masa akuntansi yang disebutkan dengan Laporan Keuangan, teridiri dari Neraca, Daftar Rugi/Keuntungan, Laporan Arus Kas dan Laporan perombakan Modal.

Awal tahun 1973, untuk membenahi administrasi keuangan untuk aktivitas yang cari keuntungan atau nirlaba (di luar keuangan pemerintahan), akuntansi keuangan Indonesia ditata dengan Konsep Akuntansi Indonesia, yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Awal tahun 1994 juga, buku Konsep Akuntansi Indonesia dirubah jadi Standard Akuntansi Keuangan (SAK). Konsep Akuntansi Indonesia berpedoman azas akrual. Laporan pertanggung jawaban menajemen sebenarnya bisa dibikin lewat mengaplikasikan konsep tata buku tunggal (berbasiskan kas) atau konsep akrual.

Jika dipakai mekanisme kas karena itu di saat membuat neraca keuangan di akhir masa akuntansi harus dibikin jurnal rekonsilasi pada pos-pos seperti penyusun gedung, ongkos dibayarkan didepan, penghasilan diterima didepan, dan sebaginya. Jadi mekanisme kas murni tidak bisa dipakai untuk membuat neraca keuangan, dengan begitu dipakai mekanisme kombinasi. Disebutkan mekanisme kombinasi, sebab pada masa berjalan pendataan aktivitas memakai mekanisme kas, sedang di saat membuat laboran keuangan dibikin jurnal atas pos-pos yang membutuhkan penyesesuaian seperti dirinci di atas. Laporan pertanggung jawaban organisasi benar-benar dibutuhkan. Untuk aktivitas perseorangan, laporan itu penting untuk dirinya, untuk mengenali perubahan dari aktivitas upayanya.

Sedang untuk aktivitas yang pemilik modalnya 14 dari 1 orang, tiap pemilik modal pengin mengenali perubahan dari modal yang ditanamnya. Untuk bidang pemerintah, kepala pemerintah perlu mengenali sukses tidaknya aktivitas yang diatur sepanjang setahun bujet untuk dipertanggung jawabkan ke rakyatnya. Buku Arthasastra rupanya sudah mengendalikan mengenai pertanggungjawaban bujet bidang pemerintah itu.

Akuntansi Dalam Literatur Barat dan Hindu

Dalam beberapa buku akuntansi barat (baca Amerika), disebutkan pada seputar tahun 1400 Masehi, untuk menulis aktivitas upayanya, beberapa pedagang besar Venesia sudah mengaplikasikan akuntansi secara baik

Ada jugs tulisan menjelaskan, pada jaman Romawi, pelaku bisnis Romawi belum biasa lakukan pendataan, hingga beberapa akuntan dalam men.lakukan pekerjaannya mengaudit, lewat cara dengarkan ceritera dari pemilik perusahaan mengenai aktivitas upayanya. Kata audit berawal dari audire yang bermakna dengar, Jika dibanding dengan data dalam literatur barat, rupanya akuntansi di tanah India telah jauh semakin maju, ini bisa dibuktikan Arthasastra yang dicatat lebih kurang 300 tahun sebelurn masehi telah merinci akuntansi secara panjang lebar bahkan juga sudah mengaplikasikan mekanisme tata buku berpasangan untuk menulis aktivitas keuangan pemerintah.

Berdasar data yang didapat lewat internet, perusahaan yang mengaplikasikan Sitem Akuntansi Hindu, berdiri di Waru, dekat Surabaya, Jawa Timur di tahun 1976, namanya lspat Indo, bergerak dalam sektor industri baja. Perusahaan ini dibangun oleh turunan India, namanya Laksmi Mittal. Mekanisme Akuntansi yang dipakai disebutkan dengan Parta Akunting.

Sekarang ini perusahaan baja ini adalah perusahaan baja yang paling besar di dunia, dengan anak-anak perusahaan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Rusia, dll.nya

Disaksikan dari tipe perusahaan dan dihubungkan dengan keperluan akan layanan akuntansi, karena itu perusahaan dikelompokkan dalam dua barisan yakni pemsahaan dagang/layanan dan perusahaan industri. Perusahaan industri ialah perusahaan yang memproses bahan baku jadi barang jadi, seperti Pertamina memproses minyak mentah jadi premium, dll.nya. Perusahaan industri membutuhkan mekanisme akuntansi yang semakin lebih komplek dibanding dengan perusahaan dagang/layanan.

Sebagai contoh; pada perusahaan dagang cuman dikenali satu tipe stok yakni stok barang dagangan, sedang pada perusahaan industri stok barang terbagi dalam 5 stok bahan baku? stok bahan penolong, stok barang pada proses, stok 1/2 jadi dan stok barang selesai.


Kesepakatan memperlihatkan, Ispat Indo sebagai sebuah perusahaan industri baja rupanya sukses disokong dengan Mekanisme Parta Akunting, karena itu bermakna Parta Akunting telah terbukti sebagai mekanisme akunting yang andal untuk tangani tipe usaha yang paling susah sekalinya.


Diteruskan perbincangan mengenai mekanisme pembukuan dalam Arthasastra yang sudah mengaplikasikan konsep dobel akunting, maknanya semua hak dan keharusan instansi/ perusahaan dicatat di saat berlangsungnya, dan bukan di saat diterima at au dikeluarkan berbentuk uang kas. Walau sebenarnya, pada jaman kekinian ini ada banyak perusahaan serta pemerintahan yang mengaplikasikan konsep simpel yakni konsep kas.


Sebagai bukti telah berkembang dalam warga mekanisme pendataan (akunting) dalam jaman Kautilya sebagai penulis Arthasastras, termuat pada Arthasastras I.95 yang mengeluarkan bunyi :

"Para pengawas hendaknya membangun Kantor Pencatatan yang menghadap ke timur atau utara, dengan bangsal terpisah, (sebagai) tempat untuk buku-buku catatan". (Artha Sastra 1.95)

Bukti lain bahwa sistem pencatatan pada zaman Arthasastra telah demikian maju terbukti dari kekayaan pemerin;ah (kerajaan) berupa gajah yang hidtip liar di suatu kawasan hutan pun hams dicatat oleh penjaga gajah yang dibantu para pawang gajah. Hal ini dijelaskan pada Artha Sastra 11.78;
"Mereka (penjaga gajah) hendaknya membuat catatan tertulis untuk setiap gajah, apakah bergerak dalam kelompok, sendirian, tersesat dari kelompok, atau kepala kelompok, liar, mabuk, anak gajah atau gajah yang dilepaskan dari kurungan". (Artha Sastra 11.78)

Proses Akuntansi.

Produk akhir akunting berupa laporan keuangan diperoleh melalui suatu proses, yaitu sejak memisah-misahkan bukti antara bukti akunting dengan non akunting. Dalam tata buku berpasangan, urutannya adalah mencatat semua bukti akunting (baik yang telah dibayar/diterima uangnya, maupun yang belum) ke dalam buku harian yang biasa disebut dengan jumal, mencatat jurnal ke dalam buku besar dan buku pembantu, membuat Neraca Percobaan pada tiap akhir periode akuntansi (bulanan, tiga bulanan, dsb.nya) dan terakhir membuat Neraca dan Daftar Rugi/Laba setelah proses akuntansi berjalan selama 12 bulan. 

Berdasarkan uraian yang tertuang dalam Arthasastra, bahwa pada zaman tersebut kegiatan akunting telah melalui suatu proses yang sangat maju, hal ini terbukti dari beberapa penjelasan : 
"Disana ia hendaknya menyuruh mencatat dalam buku catatan; besarnya dari jumlah, kegiatan dan total pendapatan departemen; jumlah penambahan atau pengurangan dalam penggunaan berbagai bahan, biaya, biaya tambahan, gaji dari para pekerja dalam kaitannya dengan pabrik-pabrik; harga, mute, berat, ukuran, tinggi, dst."(Artha Sastra 2.95).

Dari uraian di atas dapat diterangkan bahwa pimpinan (raja) melalui kepala biro keuangan menugaskan kepada para ahli akunting pada tiap departemen untukmelakukan pencatatan atas hak dan kewajiban negara pada depertemen tersebu t secara tertib dan teratur, sehingga diketahui jenis kegiatan, total pendapatan, penerimaan dan pemakaian bahan/barang, beban gaji pegawai, adanya penambahan dan pengurangan dalam pengeluaran barang, biaya, dsb. 

Dengan munculnya istilah penambahan atau pengurangan biaya, berarti pada zaman tersebut tiap departemen telah menyusun anggaran tahunan yang dirinci dalam anggaran bulanan bahkan boleh jadi sudah dirinci kedalam anggaran yang lebih kecil lagi. Realisasinya selalu dibandingkan dengan anggarannya, dan dihitung selisihnya, menguntungkan atau merugikan. Di samping itu dari uraian proses akunting tersebut di atas juga dapat diartikan bahwa system pencatatan yang dianut adalah system berpasangan, bukti-bukti pembukuan pertama kali dicatat dalam sebuah jumal. Setelah dilakukan penjurnalan, maka data jumal dicatat ke dalam buku besar (ledger), setiap buku besar juga dilengkapi dengan buku pembantu {subsidiary ledger). Masalah ini tercermin dari ungkapan, adanya total pendapatan dalam sebuah departemen. Jadi total pendapatan diketahui melalui buku besar pendapatan, sedangkan rincian dari masing-masing jenis pendapatan tersebut dicatat dalam buku pembantu pendapatan. Kumpulan saldo dari masing-masing buku pembantu membentuk total pendapatan dalam suatu periode akuntansi. Tidak mustahil, Kode Akun yang sekaligus berlaku sebagai kode Mata Anggaran juga telah diterapkan pada zaman tersebut, sehingga memudahkan melakukan pengontrolan. 

Sebagai bukti pada zaman Arthasastra telah diterapkan sistem akrual seperti yang dianut pada sistem akuntansi konvensional saat ini adalah adanya ungkapan penerimaan yang masih terbuka yang termuat pada Artha Sastra III.95 yang bunyi:
"Untuk itu hendaknya menyerahkan secara tertulis perkiraan (rencana), penerimaan yang diperoleh, penerimaan yang masih terbuka, pendapatan dan pengeluaran, saldo, dst.nya". (Artha Sastra 3.95)
Kata penerimaan yang masih terbuka atau akun terbuka untuk penerimaan, yang berarti piutang penerimaan, istilah ini hanya ditemukan pada sistem akuntansi akrual. 

Pada butir Artha Sastra 17.93, dijelaskan lagi mengenai perkiraan terbuka int, yaitu berhubungan dengan , penerimaan yang masih hams ditagih, sbb. : 
"Penerimaan terdiri dari tiga jenis : penerimaan sekarang, yang masih terbuka, dan yang diambil dari sumber-sumber lain". (Artha Sastra 17.93)
Penerimaan yang masih terbuka dimaksudkan penerimaan yang masih hams ditagih, yang berarti piutang.

Bukti Pembukuan. 

Langkah-langkah pencatatan dimulai ketika transaksi terjadi didukung oleh dokumen sumber. Dukumen sumber merupakan catatan asli pendukung setiap transaksi, seperti fakturpenjualan,bukti pengiriman barang, kuitansi bukti penerimaan uang, dsb.nya. Berd'asarkan bukti-bukti akunting tersebut lalu bagian akunting mencatat ke dalam buku jurnal. Catatan dalam buku jurnal secara periodik dipindahkan ke buku besar, demikian seterusnya. 

Dalam Arthasastra banyak ditemukan ungkapan yang bermakna diwajibkan adanyaalat-alat bukti sebagai pendukung suatu kegiatan. Pada Artha Sastra 10.89 disebutkan : 
ia hendaknya menerima uang yang disahkan oleh Rupadarsaka (pemeriksa mata uang). (Artha Sastra 10.89)
Jadi pengesahan oleh pemeriksa mata uang hams dilakukan melalui bukti penerimaan uang tersebut. Bukti penerimaan uang yang telah disahkan digunakan sebagai alat pencatatan ke dalam pembukuan penerimaan . 

Menilik dari tugas Direktur Pergudangan sebagaimana dijelaskan pada Artha Sastra 15.147, bahwa kegiatan pada direktorat ini hams selalu didukung dengan alat-alat bukti yang kuat sebelum dilakukan pencatatan kedalam buku catatan yang diwajibkan, hal ini terlihat dari : Pada bagian kedelapan dari hari, mereka (pegawai pada bagian ini) hams menyerahkannya kepada Direktur Pergudangan, dengan menyatakan, sebanyak ini yang dijual; . ini sisanya. 

Memberikan laporan seperti tersebut di atas adalah mustahil apabila tidak didukung dcngan bukti-bukti pendukung yang kuat. 

Alat bukti pembukuan sangat diperlukan apabila terjadi perkara. Pemilik alat bukti yang lengkap dan benar alas barang atau uang yang dimilikinya akan menguntungkan diri yang berperkara. Hal ini terungkap dalam Artha Sastra 30.103 yang berbunyi : 
"Bila dalam suatu tuduhan mengenai jumlah yang benar. hanya sebagian kecil dapat dibuktikan,. ia akan menerima bagian dari apa yang dibuktikan" (Artha Sastra 30.103)

Selanjutnya pada Artha Sastra 31.103 disebutkan bahwa apabila yang benangkutan tidak dapat membuktikan, bahwa dirinya benar. maka ia akan dikenai hukuman badan dan uang, dan ia tidak akan menerima perlakuan yang baik.

Berdasarkan penjelasan di atas berkaitan dengan pembuktian, ternyata Arthasastra menganut sistem pembuktian terbalik, yaitu pihak yang dituduh korupsi diwajibkan membuktikan dirinya bahwa yang bersangkutan tidak korupsi. Hal ini sangat berbeda dengan sistem hukum di negara kita saat ini, bahwa pihak penuntut unum (jaksa), yang berkewajiban membuktikan bahwa seseorang itu melakukan korupsi.

Tahun Anggaran. 

Anggaran pemerintah dissuun dalam siklus tertentu yang dapat dikelompokkan dalam anggaran jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Anggaran jangka pendek yakni, anggaran untuk jangka waktu satu tahun anggaran, jangka menengah untuk lima tahunan dan anggaran selebihnya merupakan anggaran jangka panjang. 
Untuk anggaran jangka pendek, Arthasastra dengan jelas mengaturnya yaitu :
"Tiga ratus lima puluh empat hari dan malam merupakan tahun kerja", (Artha Sastra 6.96). 
Jadi untuk anggaran jangka pendek masa pertanggung jawabannya berputar setiap 354 hari dalam setahunnya. 

Peneriman, Pengeluaran dan Saldo Anggaran. 

Arthasastra memberikan pengertian yang jelas sekali mengenai pendapatan, penerimaan dan pengeluaran anggaran sehingga memudahkan pekerjaan Para pelaksana anggaran 

Pada Artha Sastra 13.92 disebutkan : 
Perkiraan (pendapatan), pendapatan yang diperoleh, pendapatan yang berupa tagihan, penghasilan serta pengeluaran dan saldo (inilah pokok-pokok dalam pembukuan). (Artha Sastra 13.92)
Jadi pembukuan anggaran hams dengan jelas mencatat besamya anggaran, pendapatan yang diterima, pendapatan yang masih berupa tagihan, serta pengeluaran lalu dilengkapi dengan saldo anggaran. Besarnya anggaran penerimaan dan pengeluaran perlu dicantumkan dalam pembukuan untuk membandingkan antara realisasi dengan anggarannya. 
Hal ini digunakan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dari para pelaksana anggaran. Difinisi pendapatan dipertegas lagi dalam Artha Sastra 18.93 yang berbunyi sbb : 
"Apa yang masuk dari hari ke hari adalah pendapatan sekarang (wartamana)." (Artha Sastra 18.93)
Selanjutnya, berhubungan dengan pengertian pengeluaran diberikan penjelasan pada butir Artha Sastra 23.94, sbb.: 
Pengeluaran terdiri dari empat macam : pengeluraran sekarang, yang timbul sekarang, keuntungan (dan) apa yang timbul dari keuntungan, ini adalah pengeluaran Saldo anggaran pada akhir dari suatu tahun anggaran dipindahkan ke-tahun anggaran berikutnya. (Artha Sastra 23.94)
Hal ini dijelaskan pada Artha Sastra 27.94, sbb.: 
Apa yang tersisa setelah perhitungan penghasilan dan' pengeluaran dari jumhh pokok penerimaan adalah saldo (Nivi) yang diterima dan dipindahkan. (Artha Sastra 27.94)
Para pejabat administrator (kalau sekarang Kepala Biro Keuangan Departemen (penulis), pada tiap akhir tahun anggaran wajib membuat analisa atas kemajuan anggaran yang dibuat dan dilaksanakannya, dan harus melakukan perbaikan pada tahun berikutnya. Hal ini terungkap pada Artha Sastra 29.94, sbb. :
Maka para pejabat Administrator (Samaharta) yang bijaksana akan menentukan penerimaan dan menunjukkan peningkatan penghasilan dan penghematan (pengurangat), dan akan memperbaiki jika terjadi kebalikannya. (Artha Sastra 29.94)

Sistem Kontrol Dalam Akuntansi Arthasastra. Suatu sistem akuntansi dianggap baik apabila dalam sistem tersebut telah terdapat sistem pengawasan yang baik pula. Sistem pengawasan melalui perangkat akuntansi ini harus bersifat melekat (built in) atau bersifat otomatis. Setiap celah kemungkinan dapat timbulnya kebocoran harus dapat ditutup oleh sistem yang ada. Diakui, suatu sistem bagaimanapun baiknya, memang tidak kebal terhadap kolusi, artinya upaya pembobolan perusahaan yang dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang pegawai perusahaan, atau pegawai perusahaan bekerja sama dengan pihak luar perusahaan untuk membobol perusahaan tempat mereka bekerja. Kejahatan dalam bentuk kolusi dalam perusahaan umunnya agak sulit diketahui, kecuali kalau diantara mereka membocorkan rahasianya, disebalkan oleh pembagian rejekinya tidak sama atau kesepakatan yang mereka buat dilanggar. 

Sistem pengawasan dalam Sistem Akuntasi Arthasastra

Kata audit sendiri berasal dari bahasa Romawi “audire” yang berarti mendengar. Pada zaman Romawi dikatakan para pebisnis Romawi belum biasa melakukan pencatatan, sehingga para akuntan dalam menjalankan tugasnya mengaudit dengan cara mendengarkan cerita orang-orang sekitar dan pemilik perusahaan tentang kegiatan usahanya. Melihat dari time line tersebut, sistem akuntansi Veda merupakan sistem akuntansi paling kuno yang pernah ada.

Beberapa sistem pengawasan dalam Arthasastra dapat dirumuskan sebagai berikut:

1). Pengendalian Indriya
Sebagai pelaksana akuntansi adalah manusia. Sehubungan dengan itu manusia yang akan melaksanakan akuntansi disamping diajarkan dan dilatih masalah-masalah akuntansi, juga diajarkan masalah tata cara pengendalian indria. Pengendalian indriya yang dimaksudkan adalah: pengendalian hawa nafsu, amarah, ketamakan, kesombongan, tinggi hati dan keras kepala (Arthasastra 1.17). Hal ini berarti dimulai dengan pembinaan rohani para pelaksana akuntansi tersebut.

Arthasastra juga menjelaskan, bahwa keberhasilan dalam melaksanakan tugas pada umumnya (tanpa ada yang korupsi), sangat tergantung kepada pengendalian indria pelaksana tugas itu sendiri, Arthasastra memberikan suatu ciri dan kemampuan seseorang mengendalikan indria, orang tersebut tidak berlebih-lebihan dalam menikmati kesenangan yang berasal dari bunyi-bunyian, sentuhan, rasa, indriya pendengar, lidah dan indriya penciuman (Arthasastra 2.17). Unsur pengawasan dalam pelaksanaan akuntansi sebagaimana rumusan ini tidak ditemukan dalam sistem akuntansi konvensional.

2). Penggunaan Bukti Pembukuan
Di atas telah dijelaskan bahwa setiap pencatatan ke dalam Buku Besar dan Buku pembantu harus didukung dengan bukti pembukuan yang Iengkap. Catatan dan bukti pembukuan ini harus dipertanggung jawabkan oleh para pemegang pembukuan kepada atasannva maupun kepada pemeriksa intern dan ekstern pada waktu pemeriksaan dilakukan.

3). Sistim Anggaran
Sistem akuntansi keuangan menurut Arthasastra telah menganut sistim anggaran. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan sekaligus sebagai alat pengawasan. Secara periodik, secara mingguan, bulanan, dan pada akhir tahun, anggaran berfungsi sebagai alat pengawasan. Semua kegiatan yang tertuang, dalam anggaran, secara periodik, selisih-selisihnya dianalisa dan dicari penyebabnya dan dilakukan perbaikannya.

4). Tahun Anggaran
Ditetapkannya tahun anggaran sangat penting sebagai batas kegiatan akuntansi yang dilakukan yang merupakan sarana pengawasan atas pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut. Satu tahun anggaran atau tahun kerja menurut Arthasastra adalah selama 354 hari dan malam (Arthasastra 6.96).

5). Pengecekan Harian, Lima Harian, Dua Minggu, Sebulan, Empat Bulan dan Setahun
Setelah kegiatan usaha/lembaga berjalan dan semuanya dicatat dalam akuntansi, maka dilakukan pengecekan sebanyak 6 tahapan seperti tersebut di atas (Arthasastra 30.98). Sebelum melakukan pengecekan atau pemeriksaan seperti tersebut di atas, tentu kegiatan-kegiatan yang ada perlu dipilah-pilah untuk dikenakan salah satu kelompok pengecekan tersebut.

Tidak semua kegiatan perlu dilakukan pengecekan secara harian, lima harian, dua mingguan, bulanan, Yang memerlukan pengecekan secara harian seperti : kas, persediaan, piutang/tagihan, uang muka yang diberikan, hutang, dan sejenisnya. Kalau untuk industri, pengecekan secara harian ditambah lagi dengan kegiatan pabrikasi untuk menentukan barang dalam proses, barang setengah jadi dan barang jadi.

Setelah ditentukan kegiatan yang harus dicek secara harian, lalu ditentukan yang harus dicek lima harian, dua mingguan, sebulan, empat bulan dan setahun. Yang dapat dilakukan pengecekan secara tahunan misalnya perubahan modal, aktiva tetap, dan sebagainya.Pelaksanaan pengecekan secara harian, lima harian dan dua mingguan, sebulan, dilakukan oleh aparat intern bagian pembukuan sendiri. Namun kegiatan pengecekan ini dapat pula dilakukan oleh pengawas dari luar bagian akunting (pemeriksa eksternal) yang tentunya akan menambah pos biaya.

Ditinjau dan tatacara pengecekan seperti tersebut di atas, berarti prosedur pengawasan dalam Arthasastra sangat ketat.

6). Pengawas Ekstern
Yang disebut pengawas ekstern, adalah lembaga pengawasan yang bertugas melakukan pengawasan berada diluar obyek yang diawasi/diperiksa. Jadi pengawas yang melakukan pengawasan independen (bebas) terhadap obyek yang diperiksa. Artinya pengawas tersebut secara organisatoris tidak ada kaitan dengan organisasi yang diperiksa.

Arthasastra telah menerapkan prinsip ini dalam mendudukan pengawas ektern tersebut. Adanya lembaga yang berkedudukan sebagai pengawas ekstern terlihat dan penjelasan Para pengawas hendaknya membangun kantor pencatatan yang menghadap ke timur, atau utara, dengan bangsal terpisah tempat buku-buku catatan (Arthasastra 1.95).

Selanjutnya dijelaskan, para petugas pencatatan hendaknya menyerahkan secara tertulis kepada pengawas (auditor) perkiraan penerimaan yang diperoleh, penerimaan yang masih terbuka, pengeluaran dan saldonya (Arthasastra 3.95). Para auditor terdiri dan akuntan yang berpengalaman dalam bidang tugasnya, dan hari kerjanyapun sudah ditentukan, yaitu pada hari purnama Asadha (Arthasastra 16.97). Prosedur kerja pengawaspun telah ditetapkan, yaitu memeriksa penghasilan dan pengeluaran dengan mengacu kepada periode waktu, dn seterusnya (Arthasastra 31, 32.98).

SURAT PERJANJIAN DALAM HINDU

Dalam dunia bisnis, ketertarikan masing-masing pihak kadang-kadang memerlukan suatu jaminan atau kepastian. Hal tersebut dimaksudkan agar bagi kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan. Dan pada umumnya untuk menjamin hal tersebut, kedua belah pihak saling mengadakan perjanjian.
Perjanjian adalah tindakan yang mengikat dua belah pihak yang berjanji wauntuk menjamin adanya kepastian. Perjanjian tersebut bisa dibuat melalui lisan maupun tulisan. Kekuatan perjanjian lisan sangatlah lemah, sehingga bila terjadi sengketa diantara pihak-pihak yang berjanji, maka akan lebih sulit dibuktikan kebenarannya. Untuk hal-hal yang sangat penting, orang lebih suka menggunakan  surat perjanjian sebagai bukti hitam diatas putih demi keamanan.

Dalam Arthasastra Bab IV Bagian I, point 5 dikatakan : 
"Oleh karena itu seorang pemimpin yang berusaha memelihara dunia yang teratur, hendaknya selalu memegang teguh DANDA negara dan selalu siap menggunakannya sewaktu-waktu."
Danda merupakan punishment, apabila telah  dikeluarkan pantang untuk ditarik kembali. Perjanjian adalah bentuk awal  dari danda itu sendiri. Perjanjian pun harus tersurat.Demikian pedoman dalam Kitab  Arthasastra.

Surat perjanjian adalah surat kesepakatan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang saling mengikatkan diri untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Definisi itu menunjukkan ciri khas surat perjanjian sebagai surat yang dibuat oleh dua pihak secara bersama, bahkan seringkali melibatkan pihak ketiga sebagai penguat.

Demikianlah beberapa hal berkaitan dengan Teori Ekonomi Akuntansi dalam Agama Hindu (weda Arthasastra) dapat disarikan dari Buku Artha Sastra, karangan Kautilya. Konsep-konsep sistem akuntansi konfensional yang berlaku saat ini di I2ndonesia telah terdapat dalam Sistem Akuntansi sebagaimana diuraikan di atas. Mudah-mudahan ada manfaatnya. sumber tulisan dari Drs. I Wayan Dhana, Ak dan berbagai sumber lainnya.
Admin
Admin Terimakasih sudah mengunjungi situs kami. Jika terdapat kesalahan penulisan pada artikel atau link rusak dan masalah lainnya, mohon laporkan kepada Admin Web kami (Pastikan memberitahukan link Artikel yang dimaksud). Atau bagi anda yang ingin memberikan kritik dan saran silahkan kirimkan pesan melalui kontak form di halaman Contact Us

Posting Komentar untuk "Teori Ekonomi Akuntansi dalam Agama Hindu"